Senin, 02 Februari 2009

LEKSIONARI - Epiphany IV

“Hidup ; Untuk Memiliki, atau Untuk Menjadi?”
(to have or to be)
Bacaan I: Ulangan 18:15-20; Mazmur: 111:1-10; Bacaan II: I Korintus 8:1-13;
Bacaan Injil: Markus 1:21 -28
1 Pebruari 2009
Oleh Pdt. SH. Sucahyo, S.Si

PEWARTAAN
BACAAN I
Kitab Ulangan menempatkan kita pada masa bangsa terpilih menghayati dan merenungkan kembali pengalaman Sinai. Dalam pengalaman bangsa tersebut, ALLAH dihayati sebagai yang melibatkan diri dalam kehidupan dan menjalin hubungan mesra dengan Israel. Israel menjadi bangsa kesayangan.

Ditengah-tengah hubungan yang mesra itu, kitab Ulangan 18:15-20 menyatakan kesaksian Musa bahwa rupanya Israelpun tetap membutuhkan “peran kenabian” atau pembimbing – seperti para Hakim, para Raja, para Imam, dan para Nabi – untuk menyadarkan dan mengarahkan kesetiaan umat akan perjanjian ALLAH (bkd. Ul 16:18-20; 17:14-20; 18:1-8). Menjadi lebih nyata, perikop kitapun menekankan peranan nabi dalam pembangunan hidup religious bangsa (lihat ayat 15,20).

Bukan lagi sekedar peranan nabi yang menjadi pokok persoalan, terutama dalam konteks hidup saat ini. Panggilan kenabian tidak lagi terelakkan. Siapakah yang akan menjadi sumber terang ditengah-tengah kehidupan yang semakin gelap ini? Bagaimanapun juga karunia kenabian dianugerahkan oleh Allah bagi kepentingan banyak orang. Nabi terpanggil untuk membantu bangsa ini mengenal kehendak dan rencana Allah saat ini. Panggilan nabi tidak sekedar jatuh dari langit, melainkan muncul dari antara kita (lht. Ayat 15, 18). Nabi terlibat dalam kehidupan seluruh bangsa dalam hubungannya dengan rencana dan kehendak Allah. Oleh karena hubungan dengan Yesus Kristus, bagaimanakah jawab kita jika panggilan kenabian itu diperuntukkan bagi kita?

BACAAN II
“Saat kita menginginkan sesuatu, saat itu pula kita bisa dikuasai oleh sesuatu itu”. Akhirnya secara sadar maupun tidak, kita sedang memberhalakan sesuatu.

Paulus mengungkapkan kebebasan tidak untuk hidup sebebas-bebasnya melainkan kebebasan yang disertai dengan kebijakan. Di dalam kebijakan terdapat pula pengetahuan. Itu adalah hal yang baik, namun dalam konteks Korintus harus dipahami bahwa saat itu banyak orang mulai mengagung-agungkan pengetahuan mereka, bahkan seakan berlomba siapa yang lebih hebat berpengetahuan. Tapi sayang, mereka terlalu lama melihat ke atas dan lupa melihat ke bawah, ada realita bahwa ada juga saudara mereka yang memiliki pengetahuan jauh di bawah mereka, atau bahkan sama sekali tidak memilikinya (lhat ayat 10-11). Dampaknya adalah memberhalakan pengetahuan itu sendiri.

Orang-orang Korintus sedang menginginkan sesuatu yakni perlombaan pengetahuan, tapi sayang mereka malah dikuasai oleh pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan duniawi memang begitu indah, tetapi KASIH akan terasa lebih indah (ayat 1). Maka Paulus mengajarkan (bukan hanya bagi orang-orang Korintus, tetapi juga kita); jangan sampai kita mau dikuasai oleh dunia ini, melainkan kasih ALLAH.

BACAAN INJIL
Perikop ini berbicara tentang penyembuhan orang yang kerasukan roh jahat. Perjuangan Yesus menegakkan Kerajaan Allah antara lain terwujud dalam pengusiran kekuatan jahat. Dengan pengusiran roh jahat itu, tampillah wajah Yesus yang sebenarnya. Pernyataan roh jahat, “Aku tahu siapakah Engkau: yang Kudus dari Allah”, merupakan penegasan pengakuan yang kemudian terungkap pada ayat 27. Orang yang memiliki kekuasaan penuh atas kejahatan adalah tokoh ilahi yang dekat dengan Allah.

Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus adalah kerajaan kebaikan, kasih dan perhatian. Kejahatan tidak boleh bercokol di dalamnya, maka harus diusir. Maka dalam pewartaan Injil kali ini ditekankan ajaran baru tentang perbuatan Yesus mengusir si jahat untuk menyucikan kerajaan Allah. Mengubah yang tidak baik menjadi baik. Perbuatan Yesus ini mengajarkan bagaimana kekuatan dan kuasa Allah harus dikembangkan dalam kehidupan bersama-sesama, yakni dengan mengusir kejahatan dan menyelamatkan manusia.

REFLEKSI
“Hidup itu untuk memiliki? Atau untuk menjadi?” Saya menebak bahwa kita setuju pilihan yang kedua. Jika hidup hanya untuk memiliki, hidup itu akan mengubah orang menjadi; rakus, serakah, menguasai semau-maunya, bahkan orang itu sebenarnya sedang dikuasai oleh keinginannya sendiri. Ulangan 18 dalam perikop kita memberikan kesaksian untuk memenugi panggilan kenabian kita harus menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari hidup untuk memiliki. Kemudian berputar arah menuju UNTUK MENJADI, yakni pemenuhan panggilan kenabian di dalam hidup real bermasyarakat. Saat itu kita mampu dengan bijak menentukan pilihan untuk memanfaatkan pengetahuan kita berlandas kasih demi kepentingan banyak orang yang menjauhkan diri dari sifat egosentris. Bertolak belakang dari yang dilakukan oleh orang-orang Korintus.

Jika muncul banyak tantangan dalam realitas kehidupan ini, janganlah menjadi kuatir dan ingatlah Injil Tuhan minggu ini. Maknailah perbuatan Yesus yang mendatangkan Kerajaan Allah di dunia ini, dengan diusirnya si jahat. Perbuatan Yesus mengajarkan bahwa di dalam kasih, kita menyelatakan manusia.

Minggu ini kita diajak untuk memenuhi panggilan kenabian, dan secara bijak menentukan pilihan untuk tidak dikuasai oleh pengetahuan duniawi, bahkan diingatkan bahwa Yesus bekerja bersama-sama dengan kita.