MINGGU, 8/1/09
Yesaya 40:21-31; Mazmur 147:1-11, 20c; I Korintus 9:16-23
SENIN, 9/1/09
I Raja-raja 8:1-7; Markus 6:53-56
SELASA, 10/1/09
I Raja-raja 9-13; Markus 7:1-13
RABU, 11/1/09
I Raja-raja 10:1-10; Markus 7:14-23
KAMIS, 12/1/09
I Raja-raja 11:4-13; Markus 7:24-30
JUMAT, 13/1/09
I Raja-raja 11:29-32,12,19; Markus 7:31-47
SABTU, 14/1/09
I Raja-raja 12:26-32; 13:33-34; Markus 8:1-10
MINGGU, 15/1/09
II Raja-raja 5:1-4; Mazmur 30; I Korintus 9:24-27; Markus 1:40-45
Selasa, 03 Februari 2009
Senin, 02 Februari 2009
LEKSIONARI - Epiphany IV
“Hidup ; Untuk Memiliki, atau Untuk Menjadi?”
(to have or to be)
Bacaan I: Ulangan 18:15-20; Mazmur: 111:1-10; Bacaan II: I Korintus 8:1-13;
Bacaan Injil: Markus 1:21 -28
1 Pebruari 2009
Oleh Pdt. SH. Sucahyo, S.Si
PEWARTAAN
BACAAN I
Kitab Ulangan menempatkan kita pada masa bangsa terpilih menghayati dan merenungkan kembali pengalaman Sinai. Dalam pengalaman bangsa tersebut, ALLAH dihayati sebagai yang melibatkan diri dalam kehidupan dan menjalin hubungan mesra dengan Israel. Israel menjadi bangsa kesayangan.
Ditengah-tengah hubungan yang mesra itu, kitab Ulangan 18:15-20 menyatakan kesaksian Musa bahwa rupanya Israelpun tetap membutuhkan “peran kenabian” atau pembimbing – seperti para Hakim, para Raja, para Imam, dan para Nabi – untuk menyadarkan dan mengarahkan kesetiaan umat akan perjanjian ALLAH (bkd. Ul 16:18-20; 17:14-20; 18:1-8). Menjadi lebih nyata, perikop kitapun menekankan peranan nabi dalam pembangunan hidup religious bangsa (lihat ayat 15,20).
Bukan lagi sekedar peranan nabi yang menjadi pokok persoalan, terutama dalam konteks hidup saat ini. Panggilan kenabian tidak lagi terelakkan. Siapakah yang akan menjadi sumber terang ditengah-tengah kehidupan yang semakin gelap ini? Bagaimanapun juga karunia kenabian dianugerahkan oleh Allah bagi kepentingan banyak orang. Nabi terpanggil untuk membantu bangsa ini mengenal kehendak dan rencana Allah saat ini. Panggilan nabi tidak sekedar jatuh dari langit, melainkan muncul dari antara kita (lht. Ayat 15, 18). Nabi terlibat dalam kehidupan seluruh bangsa dalam hubungannya dengan rencana dan kehendak Allah. Oleh karena hubungan dengan Yesus Kristus, bagaimanakah jawab kita jika panggilan kenabian itu diperuntukkan bagi kita?
BACAAN II
“Saat kita menginginkan sesuatu, saat itu pula kita bisa dikuasai oleh sesuatu itu”. Akhirnya secara sadar maupun tidak, kita sedang memberhalakan sesuatu.
Paulus mengungkapkan kebebasan tidak untuk hidup sebebas-bebasnya melainkan kebebasan yang disertai dengan kebijakan. Di dalam kebijakan terdapat pula pengetahuan. Itu adalah hal yang baik, namun dalam konteks Korintus harus dipahami bahwa saat itu banyak orang mulai mengagung-agungkan pengetahuan mereka, bahkan seakan berlomba siapa yang lebih hebat berpengetahuan. Tapi sayang, mereka terlalu lama melihat ke atas dan lupa melihat ke bawah, ada realita bahwa ada juga saudara mereka yang memiliki pengetahuan jauh di bawah mereka, atau bahkan sama sekali tidak memilikinya (lhat ayat 10-11). Dampaknya adalah memberhalakan pengetahuan itu sendiri.
Orang-orang Korintus sedang menginginkan sesuatu yakni perlombaan pengetahuan, tapi sayang mereka malah dikuasai oleh pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan duniawi memang begitu indah, tetapi KASIH akan terasa lebih indah (ayat 1). Maka Paulus mengajarkan (bukan hanya bagi orang-orang Korintus, tetapi juga kita); jangan sampai kita mau dikuasai oleh dunia ini, melainkan kasih ALLAH.
BACAAN INJIL
Perikop ini berbicara tentang penyembuhan orang yang kerasukan roh jahat. Perjuangan Yesus menegakkan Kerajaan Allah antara lain terwujud dalam pengusiran kekuatan jahat. Dengan pengusiran roh jahat itu, tampillah wajah Yesus yang sebenarnya. Pernyataan roh jahat, “Aku tahu siapakah Engkau: yang Kudus dari Allah”, merupakan penegasan pengakuan yang kemudian terungkap pada ayat 27. Orang yang memiliki kekuasaan penuh atas kejahatan adalah tokoh ilahi yang dekat dengan Allah.
Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus adalah kerajaan kebaikan, kasih dan perhatian. Kejahatan tidak boleh bercokol di dalamnya, maka harus diusir. Maka dalam pewartaan Injil kali ini ditekankan ajaran baru tentang perbuatan Yesus mengusir si jahat untuk menyucikan kerajaan Allah. Mengubah yang tidak baik menjadi baik. Perbuatan Yesus ini mengajarkan bagaimana kekuatan dan kuasa Allah harus dikembangkan dalam kehidupan bersama-sesama, yakni dengan mengusir kejahatan dan menyelamatkan manusia.
REFLEKSI
“Hidup itu untuk memiliki? Atau untuk menjadi?” Saya menebak bahwa kita setuju pilihan yang kedua. Jika hidup hanya untuk memiliki, hidup itu akan mengubah orang menjadi; rakus, serakah, menguasai semau-maunya, bahkan orang itu sebenarnya sedang dikuasai oleh keinginannya sendiri. Ulangan 18 dalam perikop kita memberikan kesaksian untuk memenugi panggilan kenabian kita harus menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari hidup untuk memiliki. Kemudian berputar arah menuju UNTUK MENJADI, yakni pemenuhan panggilan kenabian di dalam hidup real bermasyarakat. Saat itu kita mampu dengan bijak menentukan pilihan untuk memanfaatkan pengetahuan kita berlandas kasih demi kepentingan banyak orang yang menjauhkan diri dari sifat egosentris. Bertolak belakang dari yang dilakukan oleh orang-orang Korintus.
Jika muncul banyak tantangan dalam realitas kehidupan ini, janganlah menjadi kuatir dan ingatlah Injil Tuhan minggu ini. Maknailah perbuatan Yesus yang mendatangkan Kerajaan Allah di dunia ini, dengan diusirnya si jahat. Perbuatan Yesus mengajarkan bahwa di dalam kasih, kita menyelatakan manusia.
Minggu ini kita diajak untuk memenuhi panggilan kenabian, dan secara bijak menentukan pilihan untuk tidak dikuasai oleh pengetahuan duniawi, bahkan diingatkan bahwa Yesus bekerja bersama-sama dengan kita.
(to have or to be)
Bacaan I: Ulangan 18:15-20; Mazmur: 111:1-10; Bacaan II: I Korintus 8:1-13;
Bacaan Injil: Markus 1:21 -28
1 Pebruari 2009
Oleh Pdt. SH. Sucahyo, S.Si
PEWARTAAN
BACAAN I
Kitab Ulangan menempatkan kita pada masa bangsa terpilih menghayati dan merenungkan kembali pengalaman Sinai. Dalam pengalaman bangsa tersebut, ALLAH dihayati sebagai yang melibatkan diri dalam kehidupan dan menjalin hubungan mesra dengan Israel. Israel menjadi bangsa kesayangan.
Ditengah-tengah hubungan yang mesra itu, kitab Ulangan 18:15-20 menyatakan kesaksian Musa bahwa rupanya Israelpun tetap membutuhkan “peran kenabian” atau pembimbing – seperti para Hakim, para Raja, para Imam, dan para Nabi – untuk menyadarkan dan mengarahkan kesetiaan umat akan perjanjian ALLAH (bkd. Ul 16:18-20; 17:14-20; 18:1-8). Menjadi lebih nyata, perikop kitapun menekankan peranan nabi dalam pembangunan hidup religious bangsa (lihat ayat 15,20).
Bukan lagi sekedar peranan nabi yang menjadi pokok persoalan, terutama dalam konteks hidup saat ini. Panggilan kenabian tidak lagi terelakkan. Siapakah yang akan menjadi sumber terang ditengah-tengah kehidupan yang semakin gelap ini? Bagaimanapun juga karunia kenabian dianugerahkan oleh Allah bagi kepentingan banyak orang. Nabi terpanggil untuk membantu bangsa ini mengenal kehendak dan rencana Allah saat ini. Panggilan nabi tidak sekedar jatuh dari langit, melainkan muncul dari antara kita (lht. Ayat 15, 18). Nabi terlibat dalam kehidupan seluruh bangsa dalam hubungannya dengan rencana dan kehendak Allah. Oleh karena hubungan dengan Yesus Kristus, bagaimanakah jawab kita jika panggilan kenabian itu diperuntukkan bagi kita?
BACAAN II
“Saat kita menginginkan sesuatu, saat itu pula kita bisa dikuasai oleh sesuatu itu”. Akhirnya secara sadar maupun tidak, kita sedang memberhalakan sesuatu.
Paulus mengungkapkan kebebasan tidak untuk hidup sebebas-bebasnya melainkan kebebasan yang disertai dengan kebijakan. Di dalam kebijakan terdapat pula pengetahuan. Itu adalah hal yang baik, namun dalam konteks Korintus harus dipahami bahwa saat itu banyak orang mulai mengagung-agungkan pengetahuan mereka, bahkan seakan berlomba siapa yang lebih hebat berpengetahuan. Tapi sayang, mereka terlalu lama melihat ke atas dan lupa melihat ke bawah, ada realita bahwa ada juga saudara mereka yang memiliki pengetahuan jauh di bawah mereka, atau bahkan sama sekali tidak memilikinya (lhat ayat 10-11). Dampaknya adalah memberhalakan pengetahuan itu sendiri.
Orang-orang Korintus sedang menginginkan sesuatu yakni perlombaan pengetahuan, tapi sayang mereka malah dikuasai oleh pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan duniawi memang begitu indah, tetapi KASIH akan terasa lebih indah (ayat 1). Maka Paulus mengajarkan (bukan hanya bagi orang-orang Korintus, tetapi juga kita); jangan sampai kita mau dikuasai oleh dunia ini, melainkan kasih ALLAH.
BACAAN INJIL
Perikop ini berbicara tentang penyembuhan orang yang kerasukan roh jahat. Perjuangan Yesus menegakkan Kerajaan Allah antara lain terwujud dalam pengusiran kekuatan jahat. Dengan pengusiran roh jahat itu, tampillah wajah Yesus yang sebenarnya. Pernyataan roh jahat, “Aku tahu siapakah Engkau: yang Kudus dari Allah”, merupakan penegasan pengakuan yang kemudian terungkap pada ayat 27. Orang yang memiliki kekuasaan penuh atas kejahatan adalah tokoh ilahi yang dekat dengan Allah.
Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus adalah kerajaan kebaikan, kasih dan perhatian. Kejahatan tidak boleh bercokol di dalamnya, maka harus diusir. Maka dalam pewartaan Injil kali ini ditekankan ajaran baru tentang perbuatan Yesus mengusir si jahat untuk menyucikan kerajaan Allah. Mengubah yang tidak baik menjadi baik. Perbuatan Yesus ini mengajarkan bagaimana kekuatan dan kuasa Allah harus dikembangkan dalam kehidupan bersama-sesama, yakni dengan mengusir kejahatan dan menyelamatkan manusia.
REFLEKSI
“Hidup itu untuk memiliki? Atau untuk menjadi?” Saya menebak bahwa kita setuju pilihan yang kedua. Jika hidup hanya untuk memiliki, hidup itu akan mengubah orang menjadi; rakus, serakah, menguasai semau-maunya, bahkan orang itu sebenarnya sedang dikuasai oleh keinginannya sendiri. Ulangan 18 dalam perikop kita memberikan kesaksian untuk memenugi panggilan kenabian kita harus menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari hidup untuk memiliki. Kemudian berputar arah menuju UNTUK MENJADI, yakni pemenuhan panggilan kenabian di dalam hidup real bermasyarakat. Saat itu kita mampu dengan bijak menentukan pilihan untuk memanfaatkan pengetahuan kita berlandas kasih demi kepentingan banyak orang yang menjauhkan diri dari sifat egosentris. Bertolak belakang dari yang dilakukan oleh orang-orang Korintus.
Jika muncul banyak tantangan dalam realitas kehidupan ini, janganlah menjadi kuatir dan ingatlah Injil Tuhan minggu ini. Maknailah perbuatan Yesus yang mendatangkan Kerajaan Allah di dunia ini, dengan diusirnya si jahat. Perbuatan Yesus mengajarkan bahwa di dalam kasih, kita menyelatakan manusia.
Minggu ini kita diajak untuk memenuhi panggilan kenabian, dan secara bijak menentukan pilihan untuk tidak dikuasai oleh pengetahuan duniawi, bahkan diingatkan bahwa Yesus bekerja bersama-sama dengan kita.
SEJARAH
GKJ JATIMULYO
LAHIR DARI SEBUAH KOMITMEN MELAYANI
SEBUAH KOMITMEN MELAYANI
Empat puluh Sembilan (49) tahun yang lalu; 1 Januari 1959. Diantara hujan yang semakin lebat, dari arah gedung SMP BOPKRI VIII Karangwaru Lor, sayup-sayup terdengar suara nyanyian merdu sekelompok orang memuji nama Tuhan. Mereka terdiri dari 105 jemaat dan 20 orang paduan suara dari GKJ Samirono. Mereka sedang kusuk beribadah, terlihat begitu tenang dan khidmat. Dan wajah mereka seakan memberikan gambaran suatu kerinduan yang tulus untuk melayani Allah. Itulah suasana kebaktian perdana pepanthan Djatimulyo GKJ Gondokusuman (Wilayah Yogyakarta Barat Laut=Wilayah IV dan V, yang meliputi Karangwaru Lor/Kidul, Bangunrejo, Bangirejo, Gowongan, Gondolayu, Demakijo)
Tiga tahun sebelumnya (1956), beberapa jemaat wilayah IV dan V GKJ Gondokusuman memiliki kerinduan luar biasa untuk ambil bagian dalam sebuah pelayanan konkrit bagi kehidupan masyarakat sebagai wujud kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. akhirnya oleh karena kasih Allah, kekristenan tetap masuk ke wilayah Yogyakarta, terutama melalui pelayanan kesehatan (rumah sakit) dan pelayanan pendidikan. Melihat pergumulan pelayanan di daerah Yogyakarta itu, kepekaan jemaat wil IV dan V GKJ Gondokusuman melihat konteks patut dijadikan teladan. Usaha yang berat dengan rintangan yang bertubi-tubi tidak mematahkan semangat kelompok Kristen ini. Semangat dan kemauan yang keras didukung dengan pengembangan relasi bersama Pengurus BOBKRI Yogyakarta, mereka berhasil mendirikan SD BOBKRI Karangwaru Lor pada bulan Agustus 1956. Di luar dugaan, masyarakat menyambut dengan antusias, membuat semangat pelayanan mereka semakin berkembang. Seiring dengan itu semua pelayanan pada tahun 1957 semakin meningkat. Peningkatan ini dibuktikan dengan berdirinya SMP BOBKRI (SMP BOBKRI VIII) di Karangwaru Lor. Bukan itu saja, semangat pelayananpun semakin menggembirakan hingga terbentuklah sebuah PANITIA PERSIAPAN GEREJA KRISTEN YOGYAKARTA BARAT LAUT pada tanggal 27 September 1958. Panitia ini terdiri dari: S. hardjosutjipto (ketua), Ismoelyadi (sekretaris I), Tukiman (sekretaris II), Ngadirasa D. Rahardja (bendahara I), Sugija (bendahara II), Sukamna (pembantu). Berawal dari panitia inilah pelayanan mengalami perkembangan dengan munculnya komitment : 1). Akan segera mengadakan Kebaktian Minggu, 2).Menyediakan tempat Kebaktian (gedung gereja), 3). Usaha-usaha keuangan, 4). Mengaktifkan penyelenggaraan sekolah minggu, 5). Menghubungi Majelis GKJ Gondokusuman untuk mohon ijin akan mengadakan kebaktian Minggu. Untuk memperlancar perwujudan komitment tersebut, pada tanggal 5 Oktober 1958 terdapat penambahan panitia, yaitu: Ds. J. Darmohatmojo (penasehat), Suharman (penasehat), Suwarto (pembantu), Sugiharso Hadiprasetyo (pembantu), Sudiyorahardjo (pembantu).
Maka, meskipun hanya menggunakan gedung sekolah dan sebuah mimbar sebagai alat-alat kebaktian.[2] Tidak mematahkan semangat komitment mereka untuk melakukan pelayanan dalam sebuah ibadah yang pertama tepat pada perayaan Tahun Baru 1959.
BERTUMBUH DAN BERKEMBANG
Kepekaan diri terhadap tugas-tugasnya, pada tanggal 22 Januari 1960 menyadarkan Panitia Persiapan Gereja Kristen Yogyakarta Barat Laut untuk menyempurnakan diri sebagai suatu organisasi. Personalia Panitia adalah sebagai berikut:
· Penasehat : Ds. J. Darmohatmodjo
· Penasehat : R. Suharman Poedjopranawa
· Ketua I : S. Hardjosoetjipto
· Ketua II : Soedjoed Tjipto Oetomo
· Panitera I : S.W. Adiwidjaja
· Panitera II : Soegiarso Hadiprasetya
· Keuangan Convocator : Roeslan Hardjoprawiro
· Kassier/pembantu : Ngadirasa Djojorahardjo, Sri Utami
· Bagian Usaha : Sudarman, Sugijo
· Verifikator keuangan : S. Notoh Disudirdjo
· Komisaris : Suwarto, Soerjono, Atminah, Sarwi Margana dan Soedirahardjo
Penyempurnaan panitia baru ini membuahkan hasil, terbukti pada tanggal 13 Januari 1962, tanah seluas 1135 m2 yang terletak di Djatimulyo Kw/190 dengan persil no. 751 (tanah gereja sekarang ini) dipastikan oleh pemerintah menjadi milik pepanthan Djatimulyo. Tidak menunggu lama, tepat pada ulang tahun RI 17 Agustus 1962 diletakkan batu pertama untuk membangun gedung gereja. Setahun kemudian tepatnya 17 Agustus 1963 diselenggarakan peresmian pembukaan gedung sekaligus Kebaktian Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI.
Kesadaran melakukan pelayanan tidak pernah berhenti. Menunjukkan seberapa serius komitment pelayanan yang sudah dibentuk. Untuk itu kerinduan untuk melayani semakin bertumbuh dan berkembang, maka berbuahlah sebuah ide dengan dibentuk tim Pengaderan Jemaat yaitu : Siswasukarta (penasehat), Widiprayitno dan Soedjoed Tjipto oetomo (pengamat wil Kricak), Miroen Wiryorahardjo (pengamat wil Gondolayu), Sri Utami, Atminah, Sudarman, Sularso Hadi, Soepahar, Sugiyo, Kristian, Sri Sukastinah, Winantuningsih, dan Sugeng. Hasil dari pengaderan ini tumbuhlah tenaga-tenaga pelayan Jemaat yang sangat dibutuhkan. Hal ini memungkinkan membangun iman jemaat melalui kegiatan-kegiatan konkrit; Pemutaran film, Bazaar, Pentas Kesenian, Donatur (dari pengusaha Kristen, Gereja-gereja), Kesadaran diri jemaat memberikan persembahan melalui kanthong persembahan istimewa dalam kebaktian dan Kotak Pembangunan, Pemandirian usaha dana (membuat kalender). Selain itu pula terbentuklah organisasi pemuda di pepanthan Djatimulyo pada tanggal 9 Februari 1964, yaitu: IKPK DJAJA (IKATAN KELUARGA PEMUDA KRISTEN DJATIMULYO).
JEMAAT YANG DEWASA
Sebuah komitment untuk melayani sesama di dunia menuntut kesadaran penuh tentang betapa pentingnya pelayanan itu sebagai wujud nyata melakukan firman Tuhan. Tantangan dan hambatan silih berganti, tetapi karena keteguhan iman, Tuhan mendengar doa-doa yang terucap dari setiap jemaat pepanthan Djatimulyo. Proses itulah yang menuntun jemaat pepanthan Djatimulyo semakin tumbuh dan berkembang bahkan semakin matang dalam kehidupan bergereja. Maka warga GKJ Gondokusuman yang berada di wilayah Yogyakarta Barat Laut tersebut mengajukan permohonan pada gereja induk untuk menjadi dewasa. Sehingga dipentuklah Panitia Pendewasaan:
1. Ketua : S. Hardjosutjipto
2. Wakil Ketua : Soeherman Poejopranawa
3. Penulis I : K. Siswosoekarto
4. Penulis II : Soekemi
5. Kehartaan
a. Keuagan : Soegiyo
b. Usaha : Wasita Sastrowerdoyo, Soegijo
c. Pemb&Pemeliharaan: S. Hadisaroyo, Djoni Sujoto dibantu pemuda
6. Pemasyuran Injil : R.S. Notohadisoedirdjo, Soedjatma meliputi :Sekolah Minggu,
Bibelkring, Katekisasi, Peringatan Hari Besar Kristen, Jahit-menjahit.
7. Kemasyarakatan : Setyadarsana, Sumardji.
Menanggapi permohonan tersebut, pada tanggal 31 Agustus 1964 Gereja induk mengadakan patuwen guna memantau persiapan kedewasaan Jemaat. Hasil dari patuwen tersebut dibawa dalam persidangan Klasis Yogyakarta, setelah itu diadakan visitasi dari pihak Klasis pada tanggal 9 November 1964. Hasil dari visitasi tersebut menyatakan kelayakan pepanthan Djatimulyo menjadi gereja dewasa dalam persidangan mendatang.
Setelah sidang Klasis Yogyakarta yang bersidang di GKJ Gondokusuman menyetujui pendewasaan pepanthan Djatimulyo, Tuhan memperkenankan jemaat GKJ Gondokusuman di pepanthan Djatimulyo menjadi gereja dewasa GKJ Jatimulyo yang berdiri sendiri, bermajelis sendiri, melayani sendiri tepat pada tanggal 1 Januari 1965. Adapun majelis GKJ Jatimulyo terdiri dari 10 orang: Tt. K. Siswasukarta, Tt. Roeslan Hardjoprawiro, Tt. Setyadarsana, Tt. Widiprayitna, Tt. Enias Padmosusastro, Tt. Miroen Wijorahardjo, Tt. Soedjatmo, Dkn Dibyosutrisno, Dkn. Soedarman, Dkn. Soeradjak. Ditambah pembantu Pendeta dalam diri Bp. Soegiarso Hadiprasetyo dan pendeta konsulen dalam diri Bp. Ds. Sardjuki Kertatenaya, Sth.
Batasan pelayanan GKJ Jatimulyo sejak tahun 1965 meliputi:
· Selatan : Jalan kereta api yang merupakan batas GKJ Jatimulyo dengan GKJ Gondokusuman dan GKJ Wirobrajan
· Barat : Demakijo, merupakan perbatasan dengan GKJ Rewulu
· Utara : Mlati, merupakan perbatasan dengan GKJ Medari
· Timur : Sungai Code, merupakan perbatasan dengan GKJ Gondokusuman.
Kedewasaan GKJ Jatimulyo semakin diuji dengan adanya peristiwa G 30 S/PKI yang sempat menggegerkan situasi kondisi Negara Kesatuan RI, tetapi sekali lagi GKJ jatimulyo membuktikan bahwa dirinya layak sebagai gereja yang dewasa. Gereja tidak mengalami kemunduran semangat pelayanannya, malah sebaliknya peristiwa itu menyebabkan warga GKJ Jatimulyo semakin erat dalam persekutuan dengan saudara seiman di dalam Kristus untuk bersaksi di tengah-tengah masyarakat yang dilanda kegelapan. Sehingga tidak mengherankan jikalau tahun-tahun berikutnya GKJ Jatimulyo mengembangkan sayapnya dengan mendirikan pepanthan-pepanthan: Pepanthan Gondolayu tanggal 20 Januari 1968, Pepanthan Mlati tanggal 11 Mei 1968, Pepanthan Demakijo tanggal 20 Maret 1969 yang kemudian didewasakan pada tanggal 1 Januari 1993.
GKJ JATIMULYO MELANGKAH KE DEPAN
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya sebagai sebuah gereja yang dewasa, GKJ Jatimulyo mengalami berbagai macam pengalaman yang berharga. Saat ini GKJ Jatimulyo sudah memiliki 4 tenaga pendeta; 3 pendeta jemaat dan 1 pendeta pelayanan khusus:
1. Pdt. Soegiarso Hadiprasetyo, BA, diteahbiskan pada tanggal 17 Januari 1967 sebagai pendeta pertama. Emeritus pada tgl 17 Januari 1995, dan kemudian beliau wafat pada tanggal 1 Mei 1999.
2. Pdt. DR. Yudowibowo Poerwowidagdo, MA, ditahbiskan pada tanggal 17 Januari 1975 sebagai pendeta kedua (Pendeta Pelayanan Khusus untuk UKDW).
3. Pdt. Hermas Marijan diteguhkan pada tanggal 17 Januari 1983 sebagai pendeta ketiga. (Beliau sudah berjabatan Pendeta yang ditahbiskan oleh Sinode GKJ, dan sebelumnya bertugas di Gereja Kristen Evangelis Kalimantan atas penugggasan PGI)
4. Pdt. Murtini Hehanussa, S.Si ditahbiskan pada tanggal 17 Januari 2000 sebagai pendeta keempat (saat ini sedang studi lanjut di German.
Tanggal 17 Januari kembali menggoreskan sejarah, tepatnya pada tahun 2009. GKJ Jatimulyo memiliki pendeta kelima dengan ditahbiskannya vikaris Sat Herry Sucahyo, S.Si menjadi Pendeta Jemaat, yang pelaksanaannya bersamaan dengan emiritasi Pdt. DR. Judowibowo Poerwowidagdo, MA dan Pdt. Hermas Marijan.
Sejarah belum berhenti, seiring dengan pergantian generasi, tugas-tugas untuk mengembangkan diri berpindah tangan pada generasi berikutnya. Kini tongkat estafet penggembalaan jemaat GKJ Jatimulyo akan beralih ke generasi baru yaitu Pdt. Murtini Hehanussa, S.Si (sekembalinya dari German) dan Pdt. Sat Herry Sucahyo, S.Si (Theol). Tiba saatnya bagi GKJ Jatimulyo untuk terus melangkah ke depan meneruskan semangat komitmen pelayanan, menjadi bagian dalam karya penyelamatan ALLAH.
[1] Lihat, J.D. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, TPK Yogyakarta 1995, hal 82
[2] Belum ada alat-alat kebaktian yang lain seperti; kantong persembahan, alat perjamuan.
LAHIR DARI SEBUAH KOMITMEN MELAYANI
SEBUAH KOMITMEN MELAYANI
Empat puluh Sembilan (49) tahun yang lalu; 1 Januari 1959. Diantara hujan yang semakin lebat, dari arah gedung SMP BOPKRI VIII Karangwaru Lor, sayup-sayup terdengar suara nyanyian merdu sekelompok orang memuji nama Tuhan. Mereka terdiri dari 105 jemaat dan 20 orang paduan suara dari GKJ Samirono. Mereka sedang kusuk beribadah, terlihat begitu tenang dan khidmat. Dan wajah mereka seakan memberikan gambaran suatu kerinduan yang tulus untuk melayani Allah. Itulah suasana kebaktian perdana pepanthan Djatimulyo GKJ Gondokusuman (Wilayah Yogyakarta Barat Laut=Wilayah IV dan V, yang meliputi Karangwaru Lor/Kidul, Bangunrejo, Bangirejo, Gowongan, Gondolayu, Demakijo)
Tiga tahun sebelumnya (1956), beberapa jemaat wilayah IV dan V GKJ Gondokusuman memiliki kerinduan luar biasa untuk ambil bagian dalam sebuah pelayanan konkrit bagi kehidupan masyarakat sebagai wujud kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. akhirnya oleh karena kasih Allah, kekristenan tetap masuk ke wilayah Yogyakarta, terutama melalui pelayanan kesehatan (rumah sakit) dan pelayanan pendidikan. Melihat pergumulan pelayanan di daerah Yogyakarta itu, kepekaan jemaat wil IV dan V GKJ Gondokusuman melihat konteks patut dijadikan teladan. Usaha yang berat dengan rintangan yang bertubi-tubi tidak mematahkan semangat kelompok Kristen ini. Semangat dan kemauan yang keras didukung dengan pengembangan relasi bersama Pengurus BOBKRI Yogyakarta, mereka berhasil mendirikan SD BOBKRI Karangwaru Lor pada bulan Agustus 1956. Di luar dugaan, masyarakat menyambut dengan antusias, membuat semangat pelayanan mereka semakin berkembang. Seiring dengan itu semua pelayanan pada tahun 1957 semakin meningkat. Peningkatan ini dibuktikan dengan berdirinya SMP BOBKRI (SMP BOBKRI VIII) di Karangwaru Lor. Bukan itu saja, semangat pelayananpun semakin menggembirakan hingga terbentuklah sebuah PANITIA PERSIAPAN GEREJA KRISTEN YOGYAKARTA BARAT LAUT pada tanggal 27 September 1958. Panitia ini terdiri dari: S. hardjosutjipto (ketua), Ismoelyadi (sekretaris I), Tukiman (sekretaris II), Ngadirasa D. Rahardja (bendahara I), Sugija (bendahara II), Sukamna (pembantu). Berawal dari panitia inilah pelayanan mengalami perkembangan dengan munculnya komitment : 1). Akan segera mengadakan Kebaktian Minggu, 2).Menyediakan tempat Kebaktian (gedung gereja), 3). Usaha-usaha keuangan, 4). Mengaktifkan penyelenggaraan sekolah minggu, 5). Menghubungi Majelis GKJ Gondokusuman untuk mohon ijin akan mengadakan kebaktian Minggu. Untuk memperlancar perwujudan komitment tersebut, pada tanggal 5 Oktober 1958 terdapat penambahan panitia, yaitu: Ds. J. Darmohatmojo (penasehat), Suharman (penasehat), Suwarto (pembantu), Sugiharso Hadiprasetyo (pembantu), Sudiyorahardjo (pembantu).
Maka, meskipun hanya menggunakan gedung sekolah dan sebuah mimbar sebagai alat-alat kebaktian.[2] Tidak mematahkan semangat komitment mereka untuk melakukan pelayanan dalam sebuah ibadah yang pertama tepat pada perayaan Tahun Baru 1959.
BERTUMBUH DAN BERKEMBANG
Kepekaan diri terhadap tugas-tugasnya, pada tanggal 22 Januari 1960 menyadarkan Panitia Persiapan Gereja Kristen Yogyakarta Barat Laut untuk menyempurnakan diri sebagai suatu organisasi. Personalia Panitia adalah sebagai berikut:
· Penasehat : Ds. J. Darmohatmodjo
· Penasehat : R. Suharman Poedjopranawa
· Ketua I : S. Hardjosoetjipto
· Ketua II : Soedjoed Tjipto Oetomo
· Panitera I : S.W. Adiwidjaja
· Panitera II : Soegiarso Hadiprasetya
· Keuangan Convocator : Roeslan Hardjoprawiro
· Kassier/pembantu : Ngadirasa Djojorahardjo, Sri Utami
· Bagian Usaha : Sudarman, Sugijo
· Verifikator keuangan : S. Notoh Disudirdjo
· Komisaris : Suwarto, Soerjono, Atminah, Sarwi Margana dan Soedirahardjo
Penyempurnaan panitia baru ini membuahkan hasil, terbukti pada tanggal 13 Januari 1962, tanah seluas 1135 m2 yang terletak di Djatimulyo Kw/190 dengan persil no. 751 (tanah gereja sekarang ini) dipastikan oleh pemerintah menjadi milik pepanthan Djatimulyo. Tidak menunggu lama, tepat pada ulang tahun RI 17 Agustus 1962 diletakkan batu pertama untuk membangun gedung gereja. Setahun kemudian tepatnya 17 Agustus 1963 diselenggarakan peresmian pembukaan gedung sekaligus Kebaktian Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI.
Kesadaran melakukan pelayanan tidak pernah berhenti. Menunjukkan seberapa serius komitment pelayanan yang sudah dibentuk. Untuk itu kerinduan untuk melayani semakin bertumbuh dan berkembang, maka berbuahlah sebuah ide dengan dibentuk tim Pengaderan Jemaat yaitu : Siswasukarta (penasehat), Widiprayitno dan Soedjoed Tjipto oetomo (pengamat wil Kricak), Miroen Wiryorahardjo (pengamat wil Gondolayu), Sri Utami, Atminah, Sudarman, Sularso Hadi, Soepahar, Sugiyo, Kristian, Sri Sukastinah, Winantuningsih, dan Sugeng. Hasil dari pengaderan ini tumbuhlah tenaga-tenaga pelayan Jemaat yang sangat dibutuhkan. Hal ini memungkinkan membangun iman jemaat melalui kegiatan-kegiatan konkrit; Pemutaran film, Bazaar, Pentas Kesenian, Donatur (dari pengusaha Kristen, Gereja-gereja), Kesadaran diri jemaat memberikan persembahan melalui kanthong persembahan istimewa dalam kebaktian dan Kotak Pembangunan, Pemandirian usaha dana (membuat kalender). Selain itu pula terbentuklah organisasi pemuda di pepanthan Djatimulyo pada tanggal 9 Februari 1964, yaitu: IKPK DJAJA (IKATAN KELUARGA PEMUDA KRISTEN DJATIMULYO).
JEMAAT YANG DEWASA
Sebuah komitment untuk melayani sesama di dunia menuntut kesadaran penuh tentang betapa pentingnya pelayanan itu sebagai wujud nyata melakukan firman Tuhan. Tantangan dan hambatan silih berganti, tetapi karena keteguhan iman, Tuhan mendengar doa-doa yang terucap dari setiap jemaat pepanthan Djatimulyo. Proses itulah yang menuntun jemaat pepanthan Djatimulyo semakin tumbuh dan berkembang bahkan semakin matang dalam kehidupan bergereja. Maka warga GKJ Gondokusuman yang berada di wilayah Yogyakarta Barat Laut tersebut mengajukan permohonan pada gereja induk untuk menjadi dewasa. Sehingga dipentuklah Panitia Pendewasaan:
1. Ketua : S. Hardjosutjipto
2. Wakil Ketua : Soeherman Poejopranawa
3. Penulis I : K. Siswosoekarto
4. Penulis II : Soekemi
5. Kehartaan
a. Keuagan : Soegiyo
b. Usaha : Wasita Sastrowerdoyo, Soegijo
c. Pemb&Pemeliharaan: S. Hadisaroyo, Djoni Sujoto dibantu pemuda
6. Pemasyuran Injil : R.S. Notohadisoedirdjo, Soedjatma meliputi :Sekolah Minggu,
Bibelkring, Katekisasi, Peringatan Hari Besar Kristen, Jahit-menjahit.
7. Kemasyarakatan : Setyadarsana, Sumardji.
Menanggapi permohonan tersebut, pada tanggal 31 Agustus 1964 Gereja induk mengadakan patuwen guna memantau persiapan kedewasaan Jemaat. Hasil dari patuwen tersebut dibawa dalam persidangan Klasis Yogyakarta, setelah itu diadakan visitasi dari pihak Klasis pada tanggal 9 November 1964. Hasil dari visitasi tersebut menyatakan kelayakan pepanthan Djatimulyo menjadi gereja dewasa dalam persidangan mendatang.
Setelah sidang Klasis Yogyakarta yang bersidang di GKJ Gondokusuman menyetujui pendewasaan pepanthan Djatimulyo, Tuhan memperkenankan jemaat GKJ Gondokusuman di pepanthan Djatimulyo menjadi gereja dewasa GKJ Jatimulyo yang berdiri sendiri, bermajelis sendiri, melayani sendiri tepat pada tanggal 1 Januari 1965. Adapun majelis GKJ Jatimulyo terdiri dari 10 orang: Tt. K. Siswasukarta, Tt. Roeslan Hardjoprawiro, Tt. Setyadarsana, Tt. Widiprayitna, Tt. Enias Padmosusastro, Tt. Miroen Wijorahardjo, Tt. Soedjatmo, Dkn Dibyosutrisno, Dkn. Soedarman, Dkn. Soeradjak. Ditambah pembantu Pendeta dalam diri Bp. Soegiarso Hadiprasetyo dan pendeta konsulen dalam diri Bp. Ds. Sardjuki Kertatenaya, Sth.
Batasan pelayanan GKJ Jatimulyo sejak tahun 1965 meliputi:
· Selatan : Jalan kereta api yang merupakan batas GKJ Jatimulyo dengan GKJ Gondokusuman dan GKJ Wirobrajan
· Barat : Demakijo, merupakan perbatasan dengan GKJ Rewulu
· Utara : Mlati, merupakan perbatasan dengan GKJ Medari
· Timur : Sungai Code, merupakan perbatasan dengan GKJ Gondokusuman.
Kedewasaan GKJ Jatimulyo semakin diuji dengan adanya peristiwa G 30 S/PKI yang sempat menggegerkan situasi kondisi Negara Kesatuan RI, tetapi sekali lagi GKJ jatimulyo membuktikan bahwa dirinya layak sebagai gereja yang dewasa. Gereja tidak mengalami kemunduran semangat pelayanannya, malah sebaliknya peristiwa itu menyebabkan warga GKJ Jatimulyo semakin erat dalam persekutuan dengan saudara seiman di dalam Kristus untuk bersaksi di tengah-tengah masyarakat yang dilanda kegelapan. Sehingga tidak mengherankan jikalau tahun-tahun berikutnya GKJ Jatimulyo mengembangkan sayapnya dengan mendirikan pepanthan-pepanthan: Pepanthan Gondolayu tanggal 20 Januari 1968, Pepanthan Mlati tanggal 11 Mei 1968, Pepanthan Demakijo tanggal 20 Maret 1969 yang kemudian didewasakan pada tanggal 1 Januari 1993.
GKJ JATIMULYO MELANGKAH KE DEPAN
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya sebagai sebuah gereja yang dewasa, GKJ Jatimulyo mengalami berbagai macam pengalaman yang berharga. Saat ini GKJ Jatimulyo sudah memiliki 4 tenaga pendeta; 3 pendeta jemaat dan 1 pendeta pelayanan khusus:
1. Pdt. Soegiarso Hadiprasetyo, BA, diteahbiskan pada tanggal 17 Januari 1967 sebagai pendeta pertama. Emeritus pada tgl 17 Januari 1995, dan kemudian beliau wafat pada tanggal 1 Mei 1999.
2. Pdt. DR. Yudowibowo Poerwowidagdo, MA, ditahbiskan pada tanggal 17 Januari 1975 sebagai pendeta kedua (Pendeta Pelayanan Khusus untuk UKDW).
3. Pdt. Hermas Marijan diteguhkan pada tanggal 17 Januari 1983 sebagai pendeta ketiga. (Beliau sudah berjabatan Pendeta yang ditahbiskan oleh Sinode GKJ, dan sebelumnya bertugas di Gereja Kristen Evangelis Kalimantan atas penugggasan PGI)
4. Pdt. Murtini Hehanussa, S.Si ditahbiskan pada tanggal 17 Januari 2000 sebagai pendeta keempat (saat ini sedang studi lanjut di German.
Tanggal 17 Januari kembali menggoreskan sejarah, tepatnya pada tahun 2009. GKJ Jatimulyo memiliki pendeta kelima dengan ditahbiskannya vikaris Sat Herry Sucahyo, S.Si menjadi Pendeta Jemaat, yang pelaksanaannya bersamaan dengan emiritasi Pdt. DR. Judowibowo Poerwowidagdo, MA dan Pdt. Hermas Marijan.
Sejarah belum berhenti, seiring dengan pergantian generasi, tugas-tugas untuk mengembangkan diri berpindah tangan pada generasi berikutnya. Kini tongkat estafet penggembalaan jemaat GKJ Jatimulyo akan beralih ke generasi baru yaitu Pdt. Murtini Hehanussa, S.Si (sekembalinya dari German) dan Pdt. Sat Herry Sucahyo, S.Si (Theol). Tiba saatnya bagi GKJ Jatimulyo untuk terus melangkah ke depan meneruskan semangat komitmen pelayanan, menjadi bagian dalam karya penyelamatan ALLAH.
[1] Lihat, J.D. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, TPK Yogyakarta 1995, hal 82
[2] Belum ada alat-alat kebaktian yang lain seperti; kantong persembahan, alat perjamuan.
Langganan:
Postingan (Atom)